Sabtu, 02 Mei 2009

DeMiller Pordos - Part 2

Kota ini terbakar, sangat panas dan membara. "Aku tidak percaya pada Manusia, Aku tidak percaya pada apapun di dunia ini.", begitulah gumam pria yang terlihat sangat marah dan selalu marah. Kebencian ataupun Keserakahan membuat dirinya lebih kuat dan bergairah.
Sejenak ia duduk di kursi kayu pelantaran kota kelam yang berbau arang dan api. Panas dan membara. Sambil tersenyum ia menatap dengan jijik kepada pengemis di jalan, dan mengampiri si pengemis lalu menedangnya sambil tertawa terbahak-bahak. "Pengemis adalah sampah masyarakat, nista dan menyedihkan, lambang dari kemalasan dan sampah. Aku benci orang seperti kalian, aku ingin menyiksa orang seperti kalian." Sambil berkata begitu, ia membuang ludah pada pengemis itu. Pengemis yang ketakutan sekaligus marah.

Orang-orang dikota itu memanggilnya DeMiller, karena itu namanya. Dan nama itu indentik dengan kebencian pada apapun di dunia ini.
Baginya, dunia membencinya, dan ia pun membenci dunia. Ia tak tertarik pada apapun kecuali menyalurkan kemarahannya yang tak pernah habis. Ia benci matahari terbit karena menganggu tidurnya, ia benci matahari tengelam karena membuat gelap. Ia membenci sup panas karena membuat kerongokongannya terbakar, ia membenci sup dingin karena tidak lezat lagi.
Setiap kali keluar ia selalu membuat percekcokkan entah dimulai dari dia atau orang lain. Tiada toleransi baginya. Orang yang berjalan berlawanan arah dengannya baginya menyusahkan langkahnya, orang yang searah baginya membuat jalan penuh.
Pekerjaan yang ringan membuat ia merasa diremehkan, Pekerjaan yang berat membuat ia merasa diperbudak. Tak ada satu pun hal di dunia ini yang bisa memuaskan dirinya, selain berkelahi. Terutama saat dia menang, saat dia kalah pun ia tetap puas karena ia akan membalas dendam kekalahan itu dengan cara apapun. Kemenangan adalah hasratnya.
Bagi dirinya dunia tidak pernah adil, takkan pernah adil. Lingkaran kemarahan, kebencian, dan keserakahan akan terus berputar dan tak pernah habis, terus membesar, hingga membakar habis dirinya, raga maupun jiwanya.
Dunia yang panas terbakar, itulah yang terlihat baginya, dikota Safara.

Melihat masa lalunya, membuat iba, prihatin, sedih, sekaligus kesal dan benci. Perlakuan orang padanya dari awal memanglah tak adil. Tanpa kasih sayang, tanpa kepercayaan, tanpa ketulusan. Semua hal adalah dusta dan menyakitkan.

 

Hit Counters
Amazing Counters